Senin, 21 Juli 2014

KASAK-KUSUK PERILAKU POLITIK (2)


Oleh: Pietro T. M. Netti

“Apakah benar dalam berpolitik dan berdemokrasi tidak mengenal atau tidak perlu melibatkan moral dan etika?”

“Bagaimana mungkin kita sebagai manusia ciptaan TUHAN yang adalah subyek politik dan subyek demokrasi tidak perlu memiliki moral dan etika?”

“Bagaimana mungkin kita sebagai manusia yang beradab yang sejak lahir telah ditanamkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai etika sesuai dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama dan kepercayaan kita masing-masing seketika harus menjadi manusia yang tidak bermoral dan tidak beretika hanya karena menjadi manusia politik dan manusia demokrasi?”

“Mungkinkah benar bahwa politik dan demokrasi membuat kita menjadi manusia biadab?”

Pertanyaan-pertanyaan di atas sekiranya dapat mematahkan anggapan-anggapan yang menyatakan bahwa politik dan demokrasi tidak ada sangkut-pautnya dengan nilai-nilai moral dan etika dan bahkan nilai-nilai agama. Pertanyaan-pertanyaan di atas juga sekiranya dapat merubah pola pikir dan anggapan banyak pihak bahwa politik dan demokrasi itu kotor dan/atau tidak bermartabat tidaklah benar.

Ungkapan “Ini politik, bung!” tidak diartikan sebagai sesuatu hal yang harus tidak benar, harus tidak baik, harus tidak bermoral, harus tidak beretika, harus negatif, harus kotor, harus tidak bermartabat, dan seterusnya, dan seterusnya. Yang tidak benar, yang tidak baik, yang tidak beroral, yang tidak beretika, dan yang seterusnya bukanlah politiknya dan bukanlah demokrasinya, melainkan para pelaku politiknya dan para pelaku demokrasinya.

Berikut ini adalah kutipan dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas tentang makna/definisi Politik dan Demokrasi:

“Politik (Yunani: Politikos) adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Di samping itu, Politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.”

“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.”

Berdasarkan kutipan makna/definisi di atas, jelaslah bahwa politik dan demokrasi adalah dua hal yang sama sekali tidak mencerminkan keburukan apapun sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya. Ungkapan “Ini politik, bung!” dan anggapan-anggapan miring tentang politik dan demokrasi hanyalah ciptaan para pelaku politik dan pelaku demokrasi yang belum (sekali lagi: belum) memiliki kematangan dan kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi.

“Mereka adalah kaum oportunis busuk yang tidak memiliki wawasan kebangsaan yang luas, hanya mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan orang lain dan kepentingan rakyat banyak! Mereka adalah para politisi busuk yang memanfaatkan politik dan demokrasi semata-mata sebagai ladang nafkah bagi kelangsungan hidup mereka. Mereka adalah elit rakus yang menjadikan politik dan demokrasi sebagai kuda tunggangan demi meraup harta dan tahta!”

Pesta Rakyat kali ini (khususnya Pilpres) yang menyisakan begitu banyak trauma, luka dan sakit hati yang mendalam patut menjadi pelajaran berharga bagi setiap anak bangsa. Kita perlu kembali menata keseimbangan pikiran dan perasaan yang telah porak-poranda diterpa badai pilpres. Kita pun diharapkan untuk kembali mengatur pola tindakan kita yang sempat lumpuh dihantam tsunami pilpres untuk kembali kepada nilai-nilai moral dan nilai-nilai etika dalam perikehidupan berbangsa.

Saatnya kini kita bersatu kembali sebagai sesama anak bangsa di negara bertanda nama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyambut peralihan kekuasaan dengan damai serta mendukung Presiden-Wakil Presiden Terpilih yang baru untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Siapapun pemenangnya yang akan diumumkan pada Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum 22 Juli 2014 nanti, dialah Presiden kita: Presiden Republik Indonesia, dan dialah Wakil Presiden kita: Wakil Presiden Republik Indonesia.

“Salam Indonesia Raya!”

0 comments:

Posting Komentar