Oleh: Pietro T. M.
Netti
“Apakah benar dalam berpolitik
dan berdemokrasi tidak mengenal atau
tidak perlu melibatkan moral dan etika?”
“Bagaimana mungkin kita sebagai manusia ciptaan TUHAN yang adalah subyek politik dan subyek demokrasi
tidak perlu memiliki moral dan etika?”
“Bagaimana mungkin kita sebagai manusia yang beradab yang sejak lahir telah ditanamkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai etika sesuai dengan
nilai-nilai sosial, budaya, agama dan kepercayaan
kita masing-masing seketika harus menjadi manusia
yang tidak bermoral dan tidak beretika hanya karena menjadi manusia politik dan manusia demokrasi?”
“Mungkinkah benar
bahwa politik dan demokrasi membuat kita menjadi manusia biadab?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas sekiranya dapat mematahkan anggapan-anggapan yang
menyatakan bahwa politik dan demokrasi tidak ada sangkut-pautnya dengan nilai-nilai moral dan etika dan bahkan nilai-nilai agama. Pertanyaan-pertanyaan di atas juga sekiranya dapat
merubah pola pikir dan anggapan banyak pihak bahwa politik dan demokrasi itu
kotor dan/atau tidak bermartabat
tidaklah benar.
Ungkapan “Ini politik, bung!” tidak diartikan sebagai
sesuatu hal yang harus tidak benar, harus
tidak baik, harus tidak bermoral, harus tidak beretika, harus negatif, harus
kotor, harus tidak bermartabat, dan seterusnya, dan seterusnya. Yang tidak benar, yang tidak baik, yang tidak
beroral, yang tidak beretika, dan yang seterusnya bukanlah
politiknya dan bukanlah demokrasinya, melainkan para pelaku politiknya dan para
pelaku demokrasinya.
Berikut ini adalah kutipan dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas tentang makna/definisi Politik dan Demokrasi:
“Politik (Yunani: Politikos) adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan,
khususnya dalam negara.
Di samping
itu, Politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
Dalam konteks memahami
politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi
politik, proses politik, dan juga
tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.”
“Demokrasi adalah bentuk
pemerintahan yang semua warga
negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah
hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara
langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara
bebas dan setara.”
Berdasarkan kutipan makna/definisi di atas, jelaslah bahwa politik dan demokrasi adalah dua hal yang sama sekali tidak mencerminkan keburukan apapun sebagaimana yang telah
saya sebutkan sebelumnya. Ungkapan “Ini politik, bung!” dan anggapan-anggapan miring tentang politik dan demokrasi
hanyalah ciptaan para pelaku politik dan pelaku demokrasi yang belum
(sekali lagi: belum) memiliki kematangan dan kedewasaan berpolitik dan
berdemokrasi.
“Mereka adalah kaum oportunis
busuk yang tidak memiliki wawasan kebangsaan yang luas, hanya mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan orang lain dan kepentingan rakyat banyak! Mereka adalah
para politisi busuk yang memanfaatkan
politik dan demokrasi semata-mata sebagai ladang
nafkah bagi kelangsungan hidup mereka. Mereka adalah elit rakus yang menjadikan politik
dan demokrasi sebagai kuda tunggangan
demi meraup harta dan tahta!”
Pesta Rakyat kali
ini (khususnya Pilpres) yang menyisakan begitu banyak trauma, luka dan sakit hati yang mendalam patut menjadi pelajaran berharga bagi setiap anak bangsa. Kita perlu kembali menata
keseimbangan pikiran dan perasaan yang
telah porak-poranda diterpa badai pilpres.
Kita pun diharapkan untuk kembali mengatur pola
tindakan kita yang sempat lumpuh dihantam tsunami pilpres untuk kembali kepada nilai-nilai moral dan nilai-nilai
etika dalam perikehidupan
berbangsa.
Saatnya kini kita bersatu
kembali sebagai sesama anak bangsa di
negara bertanda nama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyambut peralihan kekuasaan dengan damai serta
mendukung Presiden-Wakil Presiden Terpilih
yang baru untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Siapapun pemenangnya yang
akan diumumkan pada Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum 22 Juli 2014 nanti,
dialah Presiden kita: Presiden Republik Indonesia, dan dialah Wakil Presiden kita: Wakil Presiden Republik Indonesia.
“Salam Indonesia Raya!”
Kembali ke: KASAK-KUSUK PESTA RAKYAT
0 comments:
Posting Komentar