Selasa, 08 Juli 2014

SAYA MEMILIH JOKOWI (2)


Oleh: Pietro T. M. Netti

Jika dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin lain yang ada di negeri ini baik dari daerah sampai ke pusat, orientasi mereka hanya pada harta dan tahta. Pemimpin-pemimpin yang lain hanya menganut paham “tinggi gunung seribu janji” dan “lain di bibir lain di hati”.

Segala kebaikan diri direkayasa demi merebut kuasa. Kemunafikan menjadi hal biasa dalam setiap musim politik. Politik santun, elok dan tebar pesona menjadi ‘jualan’ yang laris manis dalam memperdayai rakyat. Agama pun ikut dibawa-bawa menjadi jajanan politik murahan oleh para politikus busuk yang hanya memikirkan perut. Tampang srigala dipoles menjadi seperti domba. Nafsu liar burung pemakan bangkai ditutup-tutupi menjadi seperti merpati.

Dari kenyataan-kenyataan ini, Jokowi menjadi sosok yang sangat spesial dan fenomenal yang muncul dengan berani melawan arus dan semangat jaman yang sudah dikuasai oleh nafsu dan kegilaan terhadap harta dan tahta. Jokowi dengan hati yang tulus berani menerobos arus dan semangat jaman yang bersifat individualitis dan egosentris yakni hanya mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan sendiri, bukan membela kepentingan rakyat banyak.

Bukan tidak mungkin sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta pun, Jokowi sudah menjadi buah bibir seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Sangihe sampai Rote. Gaya kepemimpinan khas seperti Jokowi inilah yang menjadi idaman & impian bukan hanya oleh rakyat Solo tapi juga menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia.

Semua orang menjadi sangat berharap jika pemimpin-pemimpin di daerah mereka berlaku seperti Jokowi. Karena tidak bisa dipungkiri, sejak masa reformasi seluruh elemen bangsa larut dalam eforia yang tidak berkesudahan dan tidak terkontrol.

Reformasi yang sudah berjalan selama 16 tahun hanya mengahsilkan kebebasan yang tidak bertanggungjawab; kebebasan yang diartikan sendiri tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan yang berlaku, kebebasan yang menindas kebebasan orang/pihak/kelompok lain, dan kebebasan yang hanya melihat HAK semata tanpa melihat KEWAJIBAN.

Semua orang, semua elemen dan semua pihak merasa berhak mengatur negeri ini atas nama reformasi. Dengan label reformasi semua orang merasa memiliki kebebasan mutlak (bebas sebebas-bebasnya) melakukan apa yang baik menurut penilaian mereka sendiri tanpa memperhatikan kebebasan orang lain.

Bahkan di sana-sini muncul kaum opurtunis yang dengan sekuat tenaga menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat liar mereka dalam memperebutkan kekuasaan dengan dalih demi memperjuangkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

***

0 comments:

Posting Komentar