Selasa, 08 Juli 2014

4 DAYA TOLAK PLUS 1 TERHADAP CAPRES JOKOWI (2)


Oleh: Pietro T. M. Netti

Seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa ALASAN-ALASAN SUBYEKTIF di atas hanyalah alasan-alasan yang sesungguhnya TIDAK RASIONAL. Ternyata semua alasan yang muncul tersebut semata-mata hanya karena sebagaimana yang saya sebutkan pada alasan ke lima di atas.

Keberpihakan terhadap capres lain telah menyebabkan KEBUNTUAN NALAR dan PENYEMPITAN AKAL SEHAT. Saya telah terjebak dalam FANATISME MEMBABI BUTA yang hanya melibatkan SENTIMEN PERASAAN yang ternyata sangat menghambat alur berpikir yang KRITIS dan LOGIS.

Sebagai manusia INDEPENDEN yang pernah mengenyam sekurang-kurangnya PENDIDIKAN DASAR, saya pun terusik dengan keberpihakan saya yang  dapat dikatakan sangat RADIKAL tersebut. Saya TIDAK lagi dapat MELIHAT kebaikan-kebaikan yang ada pada sosok Jokowi.

Apapun yg dilakukan Jokowi walaupun baik adanya selalu dinilai sebagai PENCITRAAN, TEBAR PESONA, MENGEMIS SIMPATI RAKYAT, dan sebagainya. Pokoknya apapun yang dilakukan Jokowi tidak memiliki NILAI POSITIF. Jokowi hanya identik dengan hal negatif.

Pada satu titik, saya mulai merasa ANEH dengan diri sendiri terutama berkaitan dengan penilaian saya yang SELALU NEGATIF terhadap Jokowi. Saya pun ikut-ikutan turut merasa SENANG & BAHAGIA MENIKMATI FITNAH yang terus dilancarkan kepada Jokowi.

Pada titik ini, saya merasa bahwa saya telah berdiri pada TITIK YANG SALAH, saya tengah berada dalam ARUS JAMAN YANG SALAH, dan yang lebih menyedihkan adalah saya tengah BERSENANG-SENANG DI ATAS PENDERITAAN orang lain (baca: Jokowi). Hal ini sangatlah BERTENTANGAN dengan HATI NURANI saya.

Pada titik ini pula saya sempat berkata pada diri sendiri: “ADA APA DENGANMU?” “TRAGIS!” “HOW POOR YOU ARE!” “Anda belum tentu lebih BAIK dan/atau lebih BERHARGA dari orang yang sedang anda CIDERAI!”

Hal berikutnya yang membuat saya TERTEGUN adalah: “Bagaimana mungkin orang yang anda SANGAT IDOLA-kan berkat KERJA KERAS-nya dan KEBERPIHAKAN-nya kepada RAKYAT KECIL sejak menjabat sebagai Walikota Solo tersebut tidak lagi memiliki HAL POSITIF dan KEBAIKAN sedikitpun dalam dirinya?”

Pendidikan MORAL, ETIKA dan AGAMA yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua, dan yang diperoleh melalui lembaga-lembaga pendidikan dan agama selama bertahun-tahun  seakan SIRNA begitu saja hanya karena KEBERPIHAKAN POLITIK yang sangat TIDAK RASIONAL.

“Dimanakah hal mengasihi orang lain seperti mengasihi dirimu sendiri? Dimanakah hal melakukan kepada orang apa yang anda ingin orang lain lakukan kepada anda?” Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan nurani yang mengusik.

Pertimbangan-pertimbangan nurani di atas kembali membuka MATA HATI dan PIKIRAN saya untuk kembali ke TITIK NOL, dimana HATI dan PIKIRAN saya harus BEBAS dari kungkungan FANATISME yang sempit.

Sebenarnya  ungkapan HATI dan PIKIRAN yang disebutkan di atas yang dialami oleh saya secara pribadi bukan menunjuk pada penggunaan  NURANI dan RASIO berpikir logis yang seimbang dan memadai. HATI dan PIKIRAN hanya semata-mata KOSAKATA yang dipakai untuk menutupi FANATISME BUTA yang tanpa NURANI dan AKAL SEHAT.

0 comments:

Posting Komentar