Oleh: Pietro T. M.
Netti
Seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa ALASAN-ALASAN
SUBYEKTIF di atas hanyalah alasan-alasan yang sesungguhnya TIDAK RASIONAL. Ternyata
semua alasan yang muncul tersebut semata-mata hanya karena sebagaimana yang
saya sebutkan pada alasan ke lima di atas.
Keberpihakan terhadap capres lain telah menyebabkan KEBUNTUAN
NALAR dan PENYEMPITAN AKAL SEHAT. Saya telah terjebak dalam FANATISME MEMBABI
BUTA yang hanya melibatkan SENTIMEN PERASAAN yang ternyata sangat menghambat
alur berpikir yang KRITIS dan LOGIS.
Sebagai manusia INDEPENDEN yang pernah mengenyam
sekurang-kurangnya PENDIDIKAN DASAR, saya pun terusik dengan keberpihakan saya yang dapat dikatakan sangat RADIKAL tersebut. Saya
TIDAK lagi dapat MELIHAT kebaikan-kebaikan yang ada pada sosok Jokowi.
Apapun yg dilakukan Jokowi walaupun baik adanya selalu
dinilai sebagai PENCITRAAN, TEBAR PESONA, MENGEMIS SIMPATI RAKYAT, dan
sebagainya. Pokoknya apapun yang dilakukan Jokowi tidak memiliki NILAI POSITIF.
Jokowi hanya identik dengan hal negatif.
Pada satu titik, saya mulai merasa ANEH dengan diri sendiri
terutama berkaitan dengan penilaian saya yang SELALU NEGATIF terhadap Jokowi. Saya
pun ikut-ikutan turut merasa SENANG & BAHAGIA MENIKMATI FITNAH yang terus
dilancarkan kepada Jokowi.
Pada titik ini, saya merasa bahwa saya telah berdiri pada TITIK
YANG SALAH, saya tengah berada dalam ARUS JAMAN YANG SALAH, dan yang lebih
menyedihkan adalah saya tengah BERSENANG-SENANG DI ATAS PENDERITAAN orang lain
(baca: Jokowi). Hal ini sangatlah BERTENTANGAN dengan HATI NURANI saya.
Pada titik ini pula saya sempat berkata pada diri sendiri: “ADA
APA DENGANMU?” “TRAGIS!” “HOW POOR YOU ARE!” “Anda belum tentu lebih BAIK dan/atau
lebih BERHARGA dari orang yang sedang anda CIDERAI!”
Hal berikutnya yang membuat saya TERTEGUN adalah:
“Bagaimana mungkin orang yang anda SANGAT IDOLA-kan berkat KERJA KERAS-nya dan KEBERPIHAKAN-nya
kepada RAKYAT KECIL sejak menjabat sebagai Walikota Solo tersebut tidak lagi
memiliki HAL POSITIF dan KEBAIKAN sedikitpun dalam dirinya?”
Pendidikan MORAL, ETIKA dan AGAMA yang ditanamkan sejak
kecil oleh orang tua, dan yang diperoleh melalui lembaga-lembaga pendidikan dan
agama selama bertahun-tahun seakan SIRNA
begitu saja hanya karena KEBERPIHAKAN POLITIK yang sangat TIDAK RASIONAL.
“Dimanakah hal mengasihi orang lain seperti mengasihi
dirimu sendiri? Dimanakah hal melakukan kepada orang apa yang anda ingin orang
lain lakukan kepada anda?” Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan nurani
yang mengusik.
Pertimbangan-pertimbangan nurani di atas kembali membuka
MATA HATI dan PIKIRAN saya untuk kembali ke TITIK NOL, dimana HATI dan PIKIRAN
saya harus BEBAS dari kungkungan FANATISME yang sempit.
Sebenarnya ungkapan HATI
dan PIKIRAN yang disebutkan di atas yang dialami oleh saya secara pribadi bukan
menunjuk pada penggunaan NURANI dan RASIO
berpikir logis yang seimbang dan memadai. HATI dan PIKIRAN hanya semata-mata
KOSAKATA yang dipakai untuk menutupi FANATISME BUTA yang tanpa NURANI dan AKAL
SEHAT.
Bersambung
ke: 4 DAYA TARIK PLUS 1 DARI CAPRES JOKOWI
0 comments:
Posting Komentar